JAKARTA – Sorotan tajam kembali mengarah ke Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sulawesi Utara terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI senilai lebih dari Rp 2,5 miliar pada proyek pelebaran Jalan Rumbia–Buyat I Tahun Anggaran 2014.
Proyek dengan nilai kontrak puluhan miliar rupiah itu dilaksanakan oleh PT. Nikita Raya. Namun, sejak BPK RI menemukan adanya potensi kerugian negara sebesar Rp 2,5 miliar pada tahun 2017, hingga kini kasus tersebut belum juga dituntaskan.
Kepala Balai Dinilai Gagal
Pegiat antikorupsi menilai Kepala BPJN Sulut gagal menunjukkan kepemimpinan yang bersih dan akuntabel. Dengan waktu 8 tahun sejak temuan, seharusnya kerugian negara senilai miliaran rupiah itu sudah dipulihkan.
“Ini jelas kegagalan kepemimpinan. Bagaimana mungkin sudah delapan tahun sejak temuan, tapi kerugian negara Rp 2,5 miliar lebih masih dibiarkan? Ada apa dengan Kepala Balai?”, kritik pengamat yang enggan disebutkan namanya.
Kasatker dan PPK Diminta Bertanggung Jawab
Tak hanya Kepala Balai, sorotan juga diarahkan kepada Kasatker Wilayah I beserta PPK yang saat itu bertanggung jawab langsung. Mereka dinilai ikut bertanggung jawab karena belum mampu menyelesaikan catatan BPK RI yang sudah terang-benderang.
“Ini bukan hanya persoalan administrasi, tapi menyangkut akuntabilitas anggaran negara. Harus ada tanggung jawab nyata, bukan sekadar alasan”, tegas pengamat.
Desakan ke Kementerian PUPR dan APH
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Aparat Penegak Hukum (APH) didesak segera turun tangan. Menurut pegiat antikorupsi, membiarkan temuan BPK RI tidak diselesaikan selama bertahun-tahun akan menjadi preseden buruk dalam tata kelola proyek infrastruktur.
“Jika kerugian negara sebesar Rp2,5 miliar lebih tidak dituntaskan, ini sama saja membiarkan dugaan penyimpangan anggaran tanpa konsekuensi. Kementerian PUPR dan APH wajib menyoroti kasus ini”, desaknya.
BPJN Sulut Bungkam
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak BPJN Sulawesi Utara belum memberikan klarifikasi resmi terkait tindak lanjut temuan BPK RI tersebut. Publik pun menunggu jawaban tegas; apakah kasus ini akan benar-benar dituntaskan atau kembali dibiarkan?