KABARREPUBLIK.ID – Lembaga Anti Korupsi Pemerhati Pembangunan Nasional (LAK-P2N) melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pada proyek Preservasi Jalan Beo – Esang – Rainis di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Proyek ini memiliki nilai kontrak sebesar Rp103,49 miliar untuk tahun anggaran 2023-2024.
Laporan bernomor 0xx/LP-LAK-P2N/IX/2025 itu menegaskan LAK-P2N menemukan indikasi kuat penyimpangan teknis dan administratif. Jelas, penyimpangan ini berpotensi merugikan keuangan negara dalam jumlah besar.
Temuan Investigasi di Lapangan
Investigasi LAK-P2N menemukan beberapa fakta mencolok. Pertama, mereka menduga kontraktor menggunakan material lokal berkualitas rendah, seperti pasir pantai dan batu lokal Talaud.
Material ini tidak memenuhi standar mutu konstruksi jalan nasional, padahal kontrak mewajibkan kontraktor mendatangkan material dari luar daerah, seperti Kema (Minahasa Utara) atau Palu (Sulawesi Tengah).
Selain itu, beberapa ruas jalan yang baru selesai sudah menunjukkan kerusakan serius. Kerusakan tersebut meliputi retak buaya dan lubang. Ini mengindikasikan rendahnya kualitas material dan lemahnya pengawasan.
Selanjutnya, pekerja tetap melakukan pengaspalan dalam kondisi hujan, yang jelas melanggar standar teknis konstruksi jalan. Praktik ini mempercepat degradasi kualitas aspal dan mengurangi umur layanan jalan.
Kemudian setelah dikonfirmasi kepada pihak PPK juga mengungkapkan fakta mengejutkan. Pihak PPK menyatakan mereka baru akan mendatangkan material standar dari luar Talaud pada September 2024. Akibatnya, proyek berjalan setahun penuh tanpa material yang sesuai kontrak.
Dampak dan Kerugian Negara
Penggunaan material yang tidak standar memicu berbagai masalah. Umur jalan diperkirakan lebih pendek, dari seharusnya 10–15 tahun menjadi kurang dari 3 tahun. Kondisi ini akan membebani APBN/APBD karena membutuhkan biaya pemeliharaan tambahan dalam waktu dekat.
LAK-P2N menaksir kerugian negara mencapai puluhan miliar rupiah karena kebutuhan rekonstruksi dini. Selain kerugian finansial, jalan yang cepat rusak mengganggu mobilitas warga. Ini menghambat distribusi barang dan jasa serta menekan pertumbuhan ekonomi daerah perbatasan.
Seruan dan Analisis Hukum
LAK-P2N menegaskan praktik ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Mereka merujuk pada beberapa undang-undang, termasuk UU No. 31 Tahun 1999 dan Perpres No. 12 Tahun 2021. Menurut LAK-P2N, jika pejabat terkait, dari Satker hingga PPK benar membiarkan hal ini terjadi, maka dapat dikualifikasikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan pemborosan keuangan negara.
Ketua Umum LAK-P2N menegaskan bahwa laporan ini adalah bentuk kontrol sosial. Laporan ini mendukung program pemberantasan korupsi Presiden.
“Korupsi pada proyek infrastruktur sama dengan merampas hak rakyat”, ujar Ketua LAK-P2N
LAK-P2N juga mendesak Kementerian PUPR dan aparat penegak hukum segera menindaklanjuti laporan ini. Mereka juga meminta kedua lembaga melakukan audit teknis dan keuangan secara menyeluruh, serta memproses hukum pihak yang terlibat.Hingga berita ini turun, pihak BPJN Sulawesi Utara belum memberikan konfirmasi.