KABARREPUBLIK.ID — Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat) sesuai dengan UUD 1945 Pasal 1 ayat (3). Kita bukan negara kekuasaan (machtsstaat) di mana kepala daerah memposisikan diri sebagai pemilik kekuasaan dan pemilik wilayah dalam suatu daerah.
Sebagai negara hukum, kepala daerah harus bertindak berdasarkan hukum atau legalitas, bukan berdasarkan kekuasaan.
Dalam sistem hukum, tidak dikenal istilah “Daerah Kekuasaan”, yang ada adalah ” Daerah Kewenangan”. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur secara tegas pembagian kewenangan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Apakah di dalam wilayah kota atau kabupaten terdapat kewenangan provinsi? Jawabannya: ada. Contohnya, jalan provinsi atau trotoar yang dibangun dengan dana APBD Provinsi tetap menjadi kewenangan Gubernur, meskipun lokasinya berada di dalam wilayah kota.
Dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Bagian Pertama tentang Penguasaan, Pasal 13 ayat (1) menyebutkan bahwa “penguasaan atas jalan ada pada negara”. Jelas bahwa penguasaan jalan adalah milik negara, bukan milik wali kota.
Selanjutnya, pada ayat (2) disebutkan bahwa negara berkuasa atas jalan, namun memberikan kewenangan tersebut kepada pemerintah dan pemerintah daerah.
Dengan demikian, jelas dan tegas bahwa negara adalah pemegang kekuasaan, sedangkan pemerintah daerah hanya menerima kewenangan yang diberikan oleh negara.
Maka dari itu, merupakan bentuk kesesatan berpikir apabila ada anggapan bahwa gubernur tidak memiliki wilayah, dan bahwa yang memiliki wilayah kekuasaan hanyalah wali kota.
Seluruh wilayah di Provinsi Gorontalo merupakan wilayah pemerintahan Provinsi Gorontalo, termasuk Kota Gorontalo. Hanya saja, kewenangan pemerintah provinsi dibedakan dari kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
Dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah juga disebutkan bahwa wilayah pemilihan gubernur adalah wilayah Provinsi Gorontalo, tanpa pengecualian terhadap Kota Gorontalo.
Persoalan jalan yang saat ini ramai dibicarakan oleh masyarakat Gorontalo telah diatur dengan jelas mengenai pembagian kewenangan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Pasal 15 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pemerintah provinsi berhak melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan terhadap jalan provinsi.
Oleh karena itu, apabila terdapat oknum yang melakukan pelanggaran terhadap jalan yang telah ditetapkan oleh undang-undang, maka hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran hukum.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 28 menegaskan bahwa “setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan”.
Pelanggaran terhadap Pasal 28 dikenai sanksi pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp24.000.000 sebagaimana diatur dalam Pasal 274 undang-undang yang sama.
Dengan demikian, Wali Kota harus memahami tata laksana pemerintahan dan hukum penyelenggaraan negara agar dapat menempatkan kewenangan masing-masing berdasarkan hukum, bukan atas dasar kekuasaan.














