KABARREPULIK.ID – Lembaga Anti Korupsi dan Pemerhati Pembangunan Nasional (LAK-P2N) resmi melayangkan laporan pengaduan dugaan tindak pidana korupsi pada pekerjaan Preservasi Jalan Maelang – Bts. Kab. Bolmong/Bolmut – Biontong – Atinggola senilai Rp152,1 miliar.
Proyek yang dibiayai melalui Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) tahun anggaran 2022–2024 ini diduga sarat penyimpangan mutu hingga berpotensi merugikan negara puluhan miliar rupiah.
Mutu Jalan Diduga Buruk Sejak Awal
Berdasarkan hasil investigasi dan temuan lapangan, LAK-P2N menilai mutu konstruksi perkerasan jauh dari standar spesifikasi Bina Marga. Sejumlah gejala teknis mencolok telah muncul meski proyek baru selesai pada 2024, di antaranya retak buaya (alligator cracking), ondulasi, rutting (alur jejak roda), raveling (butiran lepas), hingga deformasi tepi jalan.
“Kerusakan dini ini tidak wajar. Umur layan seharusnya lima tahun lebih, namun baru satu tahun selesai, kondisi jalan sudah mengkhawatirkan”, tegas pernyataan resmi LAK-P2N.
Dugaan Kolusi dan Pembiaran
LAK-P2N mengungkap adanya indikasi pembiaran bahkan kolusi antara Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional Sulawesi Utara Handiyana, KPA Rhismono, S.T., M.T. (Kasatker Wilayah II PJN Sulut), PPK Renly, Penyedia Jasa PT Margahasta Citramukti, serta Konsultan Supervisi (PT Virama Karya, PT Clebes Pratama Konsultan, PT Formasiempat Polaselaras Konsultan KSO).
Menurut laporan, konsultan supervisi diduga lalai menjalankan fungsi pengawasan sehingga pekerjaan cacat mutu tetap diloloskan dan dibayar penuh. Hal ini dinilai melanggar asas akuntabilitas dan berpotensi menimbulkan kerugian negara signifikan.
Dugaan Estimasi Kerugian Negara
Dari total kontrak Rp152,1 miliar, sekitar 60% atau Rp91,2 miliar dialokasikan untuk pekerjaan perkerasan. Dengan asumsi deviasi mutu dan volume pada 10–35% dari total pekerjaan, kerugian negara diperkirakan antara Rp9,1 miliar hingga Rp31,9 miliar. Angka ini mencakup potensi kelebihan bayar dan biaya pemeliharaan dini akibat kegagalan mutu.
Laporan ini menegaskan adanya indikasi pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam :
- Pasal 2 dan 3 UU Tipikor (UU 31/1999 jo. UU 20/2001) terkait perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan yang merugikan negara.
- UU 2/2017 tentang Jasa Konstruksi, yang mewajibkan pelaksana memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan.
- Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang melarang persekongkolan dan mewajibkan pemenuhan spesifikasi teknis.
Jika terbukti adanya rekayasa dokumen, manipulasi uji laboratorium atau pemalsuan berita acara pembayaran, pihak terkait dapat pula dijerat Pasal 55 KUHP tentang turut serta melakukan tindak pidana.
Desakan LAK-P2N
Dalam pengaduannya, LAK-P2N meminta Kementerian PUPR untuk segera:
- Melakukan audit teknis independen dengan melibatkan laboratorium pengujian maupun perguruan tinggi.
- Menghitung kerugian negara melalui audit kepatuhan dan keuangan resmi BPK/BPKP.
- Membekukan pembayaran/retensi atas segmen yang bermasalah.
- Menjatuhkan sanksi administratif hingga pidana bagi pihak yang terbukti terlibat.
- Melakukan perbaikan segera pada titik-titik jalan yang rawan kecelakaan.
- Melibatkan aparat penegak hukum (APH) seperti Kejaksaan, Kepolisian, atau KPK jika unsur tindak pidana terpenuhi.
LAK-P2N menegaskan, laporan ini merupakan bentuk peran serta masyarakat dalam pengawasan penggunaan APBN.
“Kami ingin memastikan dana negara yang bersumber dari SBSN benar-benar digunakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan justru menjadi ladang praktik korupsi”, tutup pernyataan lembaga tersebut.