KABARREPUBLIK.ID — Kasus pelecehan terhadap siswi berusia 14 tahun di Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, Jawa Barat mengguncang publik. Keluarga korban yang merasa terancam dan kebingungan mendatangi langsung Bupati Karawang Aep Saepulloh, untuk meminta perlindungan.
Peristiwa ini menunjukkan lemahnya perlindungan anak di lingkungan pendidikan dan pentingnya peran pemerintah dalam menangani kekerasan seksual secara tegas.
Korban, berinisial S, merupakan warga Kutawaluya yang bersekolah di sebuah pesantren. Berdasarkan laporan, sopir antar-jemput sekolah berusia 44 tahun diduga telah melecehkan korban sebanyak empat kali di dalam mobil sekolah.
Keluarga korban yang terdiri dari orang tua, kakak dan korban sendiri datang ke kantor bupati bersama lurah setempat untuk meminta bantuan.
Bupati Terkejut: Korban Malah Disomasi Pelaku
Bupati Aep Saepulloh mengaku terkejut setelah mengetahui bahwa keluarga korban justru menerima somasi dari pihak pelaku. Somasi tersebut menuduh keluarga melakukan pemerasan terhadap pelaku.
“Anaknya jadi korban, tapi keluarganya malah disomasi. Mereka ketakutan, makanya kemarin datang langsung ke saya”, ujar Bupati Aep, Selasa (30/9/2025).
Keluarga korban juga menjelaskan bahwa pelaku sempat mengancam anak mereka sebelum pelecehan terjadi. Ancaman itu membuat korban takut melapor dan memilih diam.
Pemkab dan Polres Bergerak Cepat Tangani Kasus
Bupati Aep segera berkoordinasi dengan Kapolres Karawang untuk memastikan penyelidikan berlangsung menyeluruh. Ia juga memerintahkan aparat desa dan dinas terkait untuk memantau perkembangan kasus.
“Kami khawatir masih ada korban lain. Saya akan turun tangan langsung”, tegasnya.
Bupati kemudian mengunjungi rumah korban. Ia melihat langsung kondisi korban yang trauma berat dan enggan berinteraksi dengan orang lain, terutama laki-laki. Pemerintah daerah berencana memberi pendampingan psikologis jangka panjang agar korban bisa pulih.
Faktor Ekonomi Bikin Keluarga Tak Berdaya
Aep juga menyoroti kondisi ekonomi keluarga korban. Ayah korban bekerja sebagai pengemudi ojek, sedangkan sang ibu berjualan makanan dengan penghasilan yang pas-pasan.
“Rumahnya sederhana, penghasilan orang tuanya terbatas. Sudah kena musibah, malah disomasi”, ucapnya prihatin.
Ia menegaskan, tidak ada alasan untuk menganggap kasus ini sebagai “suka sama suka” karena korban masih di bawah umur, sementara pelaku sudah berusia 44 tahun.
Pemda Pastikan Pendampingan dan Perlindungan Hukum
Sebagai bentuk tanggung jawab, Bupati memastikan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) akan mendampingi korban dari sisi hukum, fisik dan psikologis. Pendampingan ini bertujuan memulihkan mental korban dan memastikan proses hukum berjalan adil.
Pemerintah daerah juga berkomitmen mengawal kasus ini hingga tuntas dan memastikan keluarga korban tidak mendapat intimidasi selama proses penyidikan.
Kasus ini menjadi peringatan penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk memperkuat sistem perlindungan anak di sekolah dan transportasi pendidikan.














