KABARREPUBLIK.ID — Walikota Gorontalo memainkan peran yang jauh dari kata prestasi dengan menghimbau warga untuk berjualan di Jalan Tanggidaa dan Andalas, bahkan dengan gaya menantang Satpol PP Provinsi jika kawasan itu ditertibkan.
Ini bukan sikap keberanian kepala daerah, tetapi bentuk pembangkangan terhadap hukum. Pemerintah daerah seharusnya menjadi contoh dalam menegakkan aturan, bukan justru mengajarkan ketidakpatuhan kepada rakyat.
Gubernur Gorontalo Gusnar Ismail berhasil mengucurkan anggaran Rp4,7 miliar untuk memperbaiki dan memperindah Kanal Tanggaidaa, termasuk membangun pedestrian (trotoar) selebar 3,5 meter dengan panjang 1,4 kilometer. Kanal yang selama tiga tahun dibiarkan mangkrak kini mulai tertata dan berfungsi sebagai ruang publik yang nyaman bagi masyarakat.
Namun, sebelum rampung dimanfaatkan sebagaimana mestinya, Walikota justru mengarahkan warga untuk berjualan di atas trotoar, ia tampil bak pahlawan yang berhasil mengerjakan sesuatu, padahal tak ada satupun peranya didalam pekerjaan ini.
Ini bukan sekadar pelanggaran tata ruang, tetapi pengingkaran terhadap peraturan daerah yang dibuat oleh pemerintah kota gorontalo sendiri. Peraturan Daerah Kota Gorontalo Nomor 1 Tahun 2018 tentang Ketertiban Umum menegaskan sembilan jenis ketertiban, termasuk tertib lalu lintas dan tertib usaha.
Bila Walikota justru mendorong aktivitas jualan di jalan umum, maka pemerintah sendirilah yang tidak tertib dan tidak menghormati hukum.
Pasal 5 dan Pasal 6 ayat (1) dan (3) perda itu juga menyatakan, setiap orang berhak menikmati kenyamanan berjalan dan berlalu lintas, dengan memanfaatkan fasilitas sesuai peruntukannya. Artinya, trotoar adalah hak pejalan kaki, bukan tempat usaha.
Jika Walikota benar ingin berpihak pada rakyat kecil, hidupkan kembali Pasar Sentral yang memang diperuntukkan bagi kegiatan ekonomi rakyat, bukan mengubah trotoar menjadi pasar liar.
Jarak antara Pasar Sentral dan Tanggaidaa pun tidak jauh dan mudah diakses. Itu adalah tanggung jawab pemerintah kota, bukan justru mengorbankan ketertiban demi pencitraan semu.
Selain itu, fakta di lapangan dinilai memperlihatkan bahwa :
- Walikota Gorontalo tidak tertib hukum.
- Ingkar terhadap peraturan daerah yang ditetapkannya sendiri.
- Tidak memahami prinsip dasar ketertiban umum.
- Gagal menghidupkan pusat ekonomi resmi, yaitu Pasar Sentral.
Di sisi lain, Gubernur Gusnar Ismail justru tampil sebagai pemimpin yang tegas dan berkomitmen menegakkan ketertiban publik. Penataan Kanal Tanggaidaa adalah bukti nyata bahwa Pemerintah Provinsi bekerja membangun ruang kota yang indah, tertib dan manusiawi.














